Powered By Blogger

Kamis, 27 Mei 2010

NASIONALISME DAN IDEOLOGY ISLAM

Manakala nasionalisme pula dimaknai sebagai emosi individu atau publik di atas satu landasan persaudaraan terotikal, historikal, bahasa dan cita-cita unggul di atas prinsip moral dan politik demi membela kepentingan negara-bangsanya. Daripada dua gambaran perbedaan inilah, nyata sekali antara nasionalisme dan patriotisme adalah pemikiran yang membawa kefahaman yang berlainan, namun tidak di dapat dinafikan ia mungkin ada beberapa titik persamaan.

Di dalam dunia hari ini, apabila kita merujuk kepada kelahiran sebuah negara melalui pengobaran semangat nasionalisme, ia adalah berkait rapat dengan kelangsungan lima teori utama dalam proses pembinaan sebuah negara. Ini termasuklah, teori semulajadi (natural theory), teori ketuhanan (divine theory), ketuanan raja (divide right of king), kontrak sosial (social contract) dan teori kekerasan (hardliner theory). Kelima-lima kategori ini secara tidak langsungnya telah membantu kita untuk mengklasifikasikan corak pemerintahan sebuah negara-bangsa yang ada. Justru, dalam rangka kita untuk menjejak akar nasionalisme, seharusnya kita menghimbau kembali intipati era renaissance, karena di sana ada beberapa faktor rinci yang telah mencetus dan merangsang ideologi nasionalisme dalam bangsa eropa serta dunia secara amnya.

Pertama, jatuhnya hukuman pembakaran hidup-hidup ke atas rektor universiti praha (prague), john hus di konstanz ( konstaz adalah satu daerah di perbatasan antara switzeland dan jerman).

Kedua, tercetusnya perperangan hussenitz di bohemia dan moravia sehingga membangkitkan semangat nasionalisme di kalangan rakyat czech. Perlu diketahui, perperangan hussenitz ini tercetus ekoran reaksi amarah rakyat czech terhadap pembunuhan john hus.

Ketiga, kelahiran gerakan reformasi pimpinan martin luther yang lantang mengkritik kebobrokan institusi gereja katolik. Dan kelima, terdapatnya terjemahan kitab bible dalam bahasa jerman sehingga ia menerbitkan rasa keunggulan bangsa aryan di dalam rakyat jerman.

Maka daripada kelima-lima faktor ini, maka dapatlah kita rumuskan bahwa nasionalisme adalah ideologi yang bermuara di eropa ketika era renaissance di mana salah satu objektifnya asalnya adalah untuk menanamkan kesadaran nasional di kalangan rakyatnya yang telah sekian lama ditindas dan dizalimi. Rousseau, salah seorang pemikir revolusi perancis contohnya, ketika berbicara mengenai kedaulatan rakyat, seringkali beliau menekankan pentingnya penyuburan ideologi nasionalisme karena baginya, inilah ideologi yang menjadi sumber kebangkitan masyarakat. Dampak daripada seruan demi seruan oleh rousseau dan juga voltaire, ideologi nasionalisme akhirnya berhasil menjelmakan revolusi perancis dan seterusnya membuka era pencerahan (englightment) di seluruh benua eropa. Justru itu, nasionalisme yang pada peringkat permulaan seruannya adalah di asaskan dari hasrat murni ke arah mencapai; liberte (kebebasan), equalite (persamaan) dan fraternite (solidaritas)!

Sementara itu dalam sejarah islam, ideologi nasionalisme mula menyerap masuk ke dalam pemikiran ummah ketika penghujung era kekuasaan ottoman yang ketika itu di bawah kepimpinan sultan abdul hamid ii di turki. Ketika ini, kekuasaan ottoman sedang menghadapi krisis dalaman yang kronik di serata tanah naungannya (hamid enayat 2001: 171). Dalam keadaan inilah, negara barat (seperti britain dan perancis) telah bijak mengambil kesempatan dengan menggalakkan pembentukan pergerakan-pergerakan yang berunsurkan nasionalisme di samping coba untuk membudayakan sistem kepartaian di tanah air muslim. Selain bertujuan untuk memusnahkan kekuasaan terakhir dalam sejarah islam itu, tindakan barat ini juga bertujuan untuk memisahkan-misah tanah air islam kepada sekte-sekte bangsa yang tertentu.

Walhasil, daripada kuatnya pengaruh ideologi nasionalisme yang disemarakkan oleh barat ini, maka lahirlah pergerakan yang dinamakan seperti al-fatat (pertubuhan untuk membahagikan negara-negara di bawah naungan kekuasaan ottoman) dan al-ahd (pergerakan nasionalis arab). Kita sebenarnya tidak perlu melihat jauh untuk membuktikan hidden agenda barat dalam menyebarluaskan ideologi nasionalisme di kalangan tanah air muslim. Satu contoh yang terkenal dalam sejarah islam dan arab adalah; bagaimana british telah membantu secara ekonomi dan politik terhadap perjuangan syarif husain di hijaz supaya mereka bangkit memberontak terhadap kekuasaan ottoman yang berpusat di turki. Dalilnya cukup mudah; masyarakat arab telah sekian lama di zalimi oleh kekuasaan ottoman dan kini tibalah detik perjuangan pembebasan mereka.

Maka, bertitik tolak dari gambaran inilah, terbukti bahwa niat murni di awal kelahiran ideologi nasionalisme di negara-negara eropa, akhirnya ia telah disalahgunakan di dunia islam – semata-mata untuk memisahkan tanah air muslim kepada etnik-etnik induk seperti; arab, turki, parsi dan kurd. Antara nasionalisme barat dengan timur apa perbedaannya, antara jose rizal dengan adolf hitler? Atau, antara umar mukhtar dengan mossoulini? Juga, antara bhagat singh dengan winston churcill? Walhal kedua-duanya adalah berjiwa nasionalis sejati pada kacamata rakyatnya! Justru, dalam meleraikan persoalan di atas, kita boleh menyoroti sejauh mana tokoh-tokoh ini memaknai nasionalisme menurut mazhab kebenaran, kebebasan dan keadilan. Hitler, mossoulini dan churcill merupakan karekter kelahiran barat yang berjiwa nasionalis dalam versi; menaklukkan dan memperluas tanah jahahannya. Sebaliknya rizal, mukhtar dan bhagat pula adalah nasionalis asia yang berjuang demi untuk membebaskan tanah airnya daripada cengkaman para imperialis. Mereka-mereka ini bernuasa dari dua aliran pemikiran yang berbeda dan dari dua benua yang berbeda. Masing-masing adalah oposisi sesamanya. Jadi, antara mereka, inilah asas ketara perbedaan nasionalisme barat dengan timur.

Beda pada pemaknaannya. Kedatangan barat ke timur telah memprofil nasionalisme ke dalam beberapa ciri. Di antara dua ciri utamanya adalah; imperialisme dan koloniolisme. Dan, terdapat tiga tujuan imperialisme menurut rencanaan barat yaitu; misi menyebar ideologi, kebudayaan dan agama, mengeksplotasi sumber ekonomi timur dan merebut kekuasaan ke sesuatu wilayah. Manakala kolonialisme pula membawa maksud yang lebih komprehensif di mana ia merupakan satu kekuatan menyeluruh; ekonomi, politik, sosial sebuah bangsa untuk menakluki bangsa yang lain di tanah airnya sendiri. Sebenarnya, sikap hagemoni barat ini memang tidak perlu kita herankan. Mengapa? Karena barat ketika itu merasakan geografi negaranya kecil dan lantaran itu, mereka telah membuat keputusan untuk menjelajah dan mencari tapak-tapak baru di berbagai belahan dunia terutama di timur bagi memperluas geografi kekuasaannya (hashemi rafsanjani 2001: 71). Karena dorongan inilah, maka negara-negara barat yang kecil seperti portugal, sepanyol dan belanda mampu untuk menaklukkan negara-negara di asia pasifik yang luas semata-mata untuk menyempurnakan agenda imperialisme; keagungan misi kebangsaan, memanipulasi kemakmuran ekonomi timur dan mendominasi sebuah wilayah sebagai tanah jajahannya. Ironinya, tatkala era kolonialisme sepatutnya telah berakhir, dunia kini masih meneruskan rentetan kolonialisme dengan kemunculan neo-kolonialisme yang membawa misi penjajahan baru terhadap negara miskin dan negara membangun.

Pengamalan neo-kolonialisme oleh barat ini tidak lain dan tidak bukan, merupakan nestapa baru bagi umat manusia yang konon di katakan telah bertamadun. Benarlah apa yang dirintihkan oleh chairil anwar, pujangga nasionalis indonesia sekali berarti, sesudah itu mati (khalid jaafar 2003: 132). Manakala dalam membicarakan mengenai perjuangan nasionalisme di timur ia lebih menjurus kepada perjuangan rakyat untuk membebaskan tanah airnya dari cengkaman penjajah. Bangsa-bangsa di timur telah melahirkan satu sikap penentangan dan anti-penjajahan barat. Mungkin tidak dapat di nafikan dalam satu aspek yang berbeda, antara sumbangan besar imperialisme barat adalah, mereka melahirkan pahlawan-pahlawan asia seperti; jose rizal, umar mukhtar, daud berueh, bhagat singh, mahatma gandhi dan ahmad boestamam.

Namun begitu, di balik kecaman keras kita terhadap barat angkara penindasannya yang dilakukannya, sebenarnya terdapat juga tindakan mirip barat dari kalangan negara-negara asia sendiri. Jepang misalnya, telah menaklukkan hampir satupertiga negara-negara asia semasa perang dunia kedua sebelum ia ditundukkan oleh amerika syarikat selepas gugurnya bom atom di hiroshima dan nagasaki. Sama seperti barat, keinginan dan rencana jepang ketika itu adalah terbit daripada fanatik nasionalismenya yang cukup tinggi untuk menaklukkan seluruh asia. Di samping itu, bagi tentera dan rakyat jepang, ketaatan kepada maharaja dan pemerintahnya adalah kemuncak pengabdian seorang rakyat terhadap pemerintah serta lambang kesempurnaan nasionalismenya.

Begitu juga dengan china. Mao zedong, pemimpin revolusi rakyat china, adalah pemimpin yang coba untuk merealisasikan ketetapan dasar luar – satu china. Implikasi dari dasar ini, maka negara teologi tibet yang dipimpin oleh dalai lama telah diserang dan ditakluk oleh china meskipun kedua-dua negara tersebut berbeda perjalanan sejarahnya.

Dalai lama pemimpin agung buddha tibet secara monarkinya telah sekian lama memimpin masyarakat tibet dengan penuh keharmonian dan keamanan. Kendatipun begitu, dengan kehadiran tentera rakyat china, tibet telah menjadi medan pertempuran yang tidak berkesudahan hingga kini! Jadi, di sebalik kezaliman barat yang jelas terpapar, sebenarnya turut terselit segelintir bangsa asia yang menganut fahaman nasionalisme menurut versi barat. Kesantunan asia yang di kagumi oleh masyarakat dunia akhirnya tercemar dek keangkuhan dan kebanggaan yang ekstrim terhadap status bangsanya.

Nasionalisme dalam perspektif al-banna, khomeini, an-nadawi imam hassan al-banna, adalah pengasas pergerakan ikhwanul muslimin. Beliau pernah merasakan hidup derita di bawah penjajahan barat. Maka bertitik tolak kondisi demikian, wujud semacam perasaan revolusioner dalam dirinya untuk membebaskan mesir dari belenggu penjajahan british. Lantas, melalui ikhwanul muslimin, beliau menyemarakkan semangat nasionalisme di kalangan rakyat mesir untuk bangkit mencantas kolonialisme british melalui usaha diplomatik dan berbagai siri demostrasi di atas berbagai isu seperti; konflik palestin-israel, eksploitasi terusan suez dan pengaruh budaya barat yang kian menular di sekitar kaherah. Alternatif dari moqawama (penentangan) al-banna adalah bertujuan untuk menegakkan negara islam dengan tiga teras kenegaraannya; tanggungjawab pemerintah melindungi kepentingan rakyat, wehdatul ummah dalam ikatan keagamaan dan penghormatan hak rakyat oleh pemerintah. Inilah tiga tawaran al-banna dan ikhwanul muslimin kepada rakyat mesir bagi mengantikan sistem penjajah yang diamalkan oleh monarki mesir pada ketika itu (siddiq fadhil 1999: 14). Di sepanjang liku kehidupannya, al-banna telah memperlihatkan kematangan dan kebijaksaan sebagai seorang pemimpin besar. Beliau adalah pemimpin yang dilahirkan untuk ummah (born for ummah). Di waktu memuncaknya ideologi nasionalisme di mesir, al-banna dengan pintar telah mengadunkan ideologi tersebut dengan islam. Tanpa menolak nasionalisme secara total, al-banna menampilkan corak nasionalisme yang berorientasikan kepada kebanggaan terhadap prestasi cemerlang generasi silam, dengan hasrat untuk meneladani kejayaan terdahulu. Pemaknaan nasionalisme demikian dinamakannya sebagai qawmiyyat al-majd (nasionalisme keagungan). Manakala, al-banna menolak pemikiran nasionalisme dalam arti kata yang mendukung pemugaran budaya pra-islam sebagaimana langkah kaum nasionalis sekular di turki yang telah menghapuskan segala simbol dan identiti yang bersifat keislaman pasca kejatuhan kekuasaan ottoman. Inilah nasionalisme yang diistilahkan oleh beliau sebagai qawmiyyat al-jahiliyyah (nasionalisme al-jahiliyyah) yang sewajarnya dihindari oleh setiap muslim (siddiq fadhil 1999: 15).

Dalam pemikiran ruhollah khomeini, pendiri republik islam iran, nasionalisme telah diketengahkan oleh beliau dalam metode yang logikal dan islamik. Beliau menyifatkan kecintaan terhadap watan (tanah air) serta mempertahankan keutuhan negara adalah sesuatu perkara yang boleh diterima (kalim siddiqui, 1985: 21). Namun, bagi beliau nasionalisme yang mendorong kepada permusuhan antara negara-negara islam adalah perkara yang berbeda perspektifnya (mungkin ucapan beliau ketika ini merujuk kepada tercetusnya perperangan iran – iraq yang digelarnya sebagai perperangan yang di paksakan dan perperangan yang diplot oleh barat untuk memusnahkan revolusi islam iran). Di samping itu, khomeini dalam merumuskan penolakan terhadap versi nasionalisme barat, menyifatkan nasionalisme seupama ini boleh mengundang permusuhan antara masyarakat islam serta mengugat perpaduan ummah. Selain daripada itu, nasionalisme seperti ini jelas bercanggah dengan ajaran islam serta aspirasi ummah itu sendiri. Umat islam pada anggapan beliau, mampu untuk berdiri sendiri tanpa bergantung dengan mana-mana kekuatan maupun mana-mana ideologi (kalim siddiqui 1985: 22). Antara bukti ketegasan dan keyakinan khomeini adalah melalui pelaksanaan polisi luar tehran yaitu; la syarqiah, la gharbiyah, jumhuriyyah islamiyyah (tidak timur, tidak barat, tetapi revolusi islam).

Manakala, dimensi pemikiran sayyid abul hasan ali an-nadawi mengenai nasionalisme lebih radikal namun masih tetap menarik untuk ditelusuri. Dalam adikaryanya maadza khasiral aalam, binhithatil muslimin (derita dunia bila islam mundur), beliau telah membentang secara panjang lebar mengenai bahaya ideologi nasionalisme. Menurut an-nadawi, berkembangnya fanatik nasionalisme di eropa adalah dipengaruhi oleh pembagian dua belahan dunia; barat dan bukan barat. Jadi, dengan memisahkan dunia kepada dua belahan, maka ia telah mewujudkan dua kelas manusia; kelas mulia dan kelas hina, kelas tinggi dan kelas bawahan. Tanggap an-nadawi lagi, corak pemikiran ini merupakan lanjutan daripada pemikiran yang dianuti oleh kaum yahudi yang mana mereka melabelkan manusia selain bangsanya sebagai goyim.

Waima, apa yang dikesalkan oleh an-nadawi adalah sikap fanatik nasionalisme ini akhirnya telah berhasil menyerap masuk ke dalam pemikiran umat islam. Pada an-nadawi, pudarnya penghayatan islam di kalangan negara-negara islam merupakan faktor utama yang mendorong penularan fenomena ini. Bahkan tambah an-nadawi lagi, negara-negara islam ini tampaknya lebih terpesona dengan idea nasionalisme menurut versi barat yang konon didakwa mampu memodenkan sebuah negara (abul hasan an-nadawy 1986: 202). . An-nadawi tidak meninggalkan kenyataan ini tanpa pembuktian. Beliau membawa contoh mengenai kebangkitan golongan turki muda yang telah bersengkokol dengan mustafa kamal attaturk untuk mengulingkan kekuasaan ottoman (abul hasan an-nadawy 1986:199). Golongan turki muda inilah yang menjaja ideologi nasionalisme bagi mengantikan gagasan pan-islamisme. Mengenang peristiwa inilah, an-nadawi memperingatkan kita dengan memetik rakaman al-quran dalam surah al-hasyr: 16 yang bermaksud; pujukan orang-orang munafik itu adalah seperti pujukan syaithan, ketika dia berkata kepada manusia: kafirlah kamu, maka tatkala manusia itu telah kafir ia berkata: sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu.

Keseluruhan pemikiran an-nadawi tentang nasionalisme ini seolah-olah mengajak kita untuk menolak nasionalisme secara total dengan menawarkan islam sebagai jalan penyelesaian mutlak – dalam sebarang pemasalahan manusia. Pada beliau, nasionalisme tidak lebih sebagai propaganda ciptaan barat untuk melambatkan kebangkitan islam yang telah dijanjikan. Dikotomi islam – nasionalisme dalam pemikiran dr. Burhanuddin al-helmy dr. Burhanuddin al-helmy adalah sosok yang paling layak untuk di amati, andainya kita memperkatakan mengenai dikotomi islam dan nasionalisme.

Pemikiran politik beliau sentiasa menekankan tiga aspek terpenting dalam perjuangan beliau yaitu; kemerdekaan, kebangsaan melayu dan islam (kamarudin jaafar 2000: 9). Hujah yang beliau kemukakan sebagai sandaran adalah; kasihkan watan itu adalah bagian daripada iman dari untaian hadist rasulullah saw. Dalam rangka untuk menyoroti lebih mendalam pemikiran tiga dimensi beliau ini, hendaklah kita himbau kembali penegasan yang pernah dibuatnya dalam tulisan beliau yang bertema perjuangan kita; iman berdiri di atas tubuh. Tubuh berdiri di atas bangsa dan bangsa berdiri di atas watan. Salah satu daripada yang empat ini tiada boleh bercerai tinggal dalam binaannya tetapi watan jadi pokok. Ada watan adalah dengan kuat bangsa. Kuat bangsa keluar dari tubuh diri yang sihat kuat dan perkasa seperti pekerja, pahlawan, prajurit dan lain-lain. Maka dalam jiwa pekerja pahlawan prajurit itulah terletaknya iman (kamarudin jaafar 2000: 48).

Apa yang terserlah di sini, dr. Burhanuddin coba untuk menyelesaikan dikotomi antara islam dan nasionalisme dengan mencorakkan perjuangan nasionalisme sebagai bagian daripada elemen perjuangan islam. Pemikiran progresif dr. Burhanudin ini sebenarnya setaraf dengan pemikiran pemimpin pemimpin kemerdekaan di asia pada ketika itu seperti mahathma gandhi, sukarno dan sir muhammad iqbal. Mungkin persamaan ini terbentuk karena pengaruh pendidikan dr. Burhanuddin yang pernah menuntut di india. Semasa beliau menuntut di ismaeliah medical college dan aligarh muslim university, beliau berkesempatan untuk mengikuti dan mendalami doktrin perjuangan gandhi, ali jinnah dan jawaharlal nehru untuk beliau menyesuaikan nasionalisme mereka dengan corak perjuangan di tanah melayu, sekembalinya nanti.

Namun begitu, perlu ditegaskan disini bahwa perjuangan kebangsaan melayu dr. Burhanuddin bukanlah berniat untuk menindakkan hak-hak etnik lain untuk hidup harmoni di tanah melayu. Sebagai pemimpin yang bersifat negarawan, beliau tidak mennampakkan dirinya sebagai pemimpin cauvinis yang ekstrim ataupun assabiyyah sebagaimana yang diwar-warkan oleh musuh politik beliau. Pendirian beliau ini ditegaskan dalam tulisannya yang bertema falsafah kebangsaan melayu; kita hendak mendirikan negara kebangsaan melayu di atas dasar kebangsaan, menurut keadilan dan kemanusiaan yang luas sama berhak dan adil, bukan sesekali kebangsaan yang sempit, jauh sejauh-jauhnya dari berbau perkauman dan perasaan yang kolot dan kuno (kamarudin jaafar 2000: 110). Dalam sisi islam pula, dr. Burhanuddin melihat nasionalisme sebagai wasilah (alat) bukannya ghayah (matlamat).

Menurut beliau, nasionalisme mengambil posisi selunak yang mungkin serta menjadi lambang yang boleh menggembleng segala kekuatan ummah demi mencapai cita-cita mulia yang luhur dan abadi.

Dalam falsafah kebangsaan melayu, – sesudah memetik surah al-hujurat: 13, sambil menafsir ayat tersebut – beliau merintih, apalah artinya perkenalan jika tidak terlebih dahulu terdiri kekuatan kaum dan bangsa yang hari ini dikenal dengan kebangsaan itu dengan suatu kebangsaan yang lain (kamarudin jaafar 2000: 95). Bagi menjawab berbagai tuduhan dan tohmahan pemerintah tanah melayu dan pihak penjajah, dr. Burhanuddin dalam ucapan beliau sebagai yang dipertua pas ketika muktamarnya pada tahun 1957 telah mengungkapkan dengan penuh bersemangat tentang pendiriannya, sesungguhnya saya dan pihak partai islam tidaklah berbau komunis dan imperialis, saya dan pas adalah berisi, bersifat, berbau kebangsaan melayu dengan cita-cita islam (kamarudin jaafar 2000: 18).

Sejarah menyaksikan, dengan kenyataan tegas dr. Burhanuddin ini, beliau telah membuktikan bahwa dirinya adalah antara tokoh yang banyak berjasa demi melihat tanah melayu hidup aman, makmur dan harmoni sebagaimana yang diimpikannya. Mudah-mudahan pengorbanan suci beliau ini, dinilai secara adil oleh generasi selepasnya. Dinamika nasionalisme dalam era globalisasi ciri globalisasi yang instantness telah menjelmakan satu fenomena baru yang sangat kompleks. Muktahir ini, memang tidak dapat dinafikan bahwa kehadiran globalisasi telah memberikan dampak besar kepada ideologi nasionalisme yang meluas dipraktikkan di kebanyakan negara-bangsa pasca perang dunia ke-ii. Kenichi ohmae pernah menyatakan bahwa masa depan negara-bangsa laksana dinasour yang sedang menanti kunjungan ajal. Begitu juga daniel bell dalam bukunya the end of idealogy yang di terbitkan puluhan tahun sebelum tamatnya era perang dingin – di mana zaman ideologi-ideologi bersaing merebut pengaruh masing-masing – telah membentangkan pandangannya bahwa persaingan ideologi sudah tidak relevan lagi dengan peredaran zaman termasuklah juga ideologi nasionalisme.

Apakah yang mendorong pemikir-pemikir ulung ini berteori sedemikian? Tidak lain, karena wujudnya paradoks antara arus sejagat dengan ideologi-ideologi, termasuklah ideologi nasionalisme. Dalam membahas persoalan rumit ini, kita perlu menyedari bahwa posisi nasionalisme dalam arus globalisi telah dipolarisasi kepada dua situasi; nasionalisme di negara maju (baca: barat) dan nasionalisme di negara membangun (baca: negara-bangsa). Sejak dua dekad lalu, globalisasi telah membentuk jurang yang tidak adil atau bias kepada kelompok negara-bangsa yang kebanyakan terdiri daripada negara-negara membangun.

Hal ini terjadi karena negara-negara maju telah mengeksploitasi daya kekuatan ekonominya melalui sistem pengantarbangsaan ekonomi ke arah merealisasikan misi neo-kolonialisme mereka. Susulan daripada eksplotasi inilah yang menyebabkan pengaruh ideologi nasionalisme mula terancam kalangan negara-bangsa. Di samping itu, wujud juga di kalangan elit ekonomi dan politik sesetengah negara-bangsa yang terbuai dengan retorika globalisasi cerminan barat (abdul rahman embong 2000: 76). Globalisasi kini telah menghakis emosi nasionalisme.

Dengan pengamalan sistem laissez faire di kebanyakan negara-bangsa, kekayaan negara dan kuasa membeli rakyat menjadi rebutan barat. Dewasa ini, persoalan kekentalan nasionalisme di kalangan rakyat negara-bangsa mula diperdebatkan. Masakan tidak! Rakyat negara-bangsa kini lebih memuja produk barat sambil memperlekehkan produk nasionalnya. Ya, mungkin salah satu faktor yang mendiskreditkan nasionalisme adalah kualitas produk nasional, dimana produk nasional jelas gagal bersaing dengan produk barat – dalam mayoritas aspek. Rentetan daripada situasi ini, nilai-nilai nasionalisme di kalangan rakyat negara-bangsa secara tidak langsungnya turut terhakis sekali. Maka tidak dapat dielakkan lagi, bahwa nasionalisme mula dihimpit oleh arus globalisasi.

Jadi, inilah tantangan yang perlu ditangani oleh nasionalisme. Tidak mustahil jika fenomena ini makin rancak dan berkelanjutan, maka ideologi nasionalisme boleh terkubur ditelan arus globalisasi yang diprakarsai oleh barat. Bertolak dari kesadaran inilah, maka perlu tampil satu resolusi yang tegas dan jelas sebagai mempertahankan eksistensi negara-bangsa yaitu; islam! Jawaban islam ! Sementara kita membahas mengenai ideologi nasionalisme dalam berbagai konteks; barat dan timur, sorotan pemikiran dari tokoh tersohor dan fungsinya dalam arus globalisasi, maka ia menyakinkan kita bahwa ideologi nasionalisme bukanlah penyelamat tunggal kepada kemanusiaan dunia. Bagi kalim siddiqui (1985: 1), nasionalisme tidak lebih sebagai doktrin politik yang menyerang umat islam dalam tempoh 100 tahun terakhir ini.

Jadi, apa jawaban islam terhadap nasionalisme? Menolak nasionalisme; membentuk gerakan islam di seluruh dunia! Tegas siddiqui. Dan, kini, sudah tiba saatnya, bagi umat islam menyakini akan kemampuan islam dalam mengurus kehidupan di samping mengikis rasa hormat yang tinggi terhadap barat. Sungguhpun melangit tinggi keinginan kita untuk melakukan tranformasi total ini, namun masih adalah kriteria yang perlu dilengkapi sebelum hasrat kita dapat direalisasikan. Menurut siddiqui lagi, dunia islam dan dunia seluruhnya memerlukan seorang pemimpin yang bersifat inklusif, global dan berwibawa.

Hanya dengan lengkapnya syarat ini saja untuk membolehkan dunia menjadi satu negara-bangsa saja (kalim siddiqui 1985: 16). Manakala mohamad abu bakar (2000: 14) melihat orde islam sebagai alternatif. Dengan melihat keutuhan negara-bangsa sebagai unit teras dan terpenting dalam pentas politik dunia, maka menurut beliau, sebarang perubahan drastik dan dramatis hanya boleh berlaku sekiranya pengglobalan nilai-nilai islam yang memungkinkan orde islam yang memerintah negara-bangsa dan dunia sekaligus.

Pada beliau, inilah keadaan final sebagaimana yang dimaksudkan oleh hassan turabi. Turabi menegaskan, jika kesemua pergerakan islam menjadi negara islam, maka imbangan antarbangsa akan turut berubah. Solusinya, dunia islam mesti berubah. Meskipun sejumlah besar anggota ummah dewasa ini berada dalam diaspora, namun peluang pengglobalan islam untuk membesar tetap cerah – selagi ummah bergerak dalam homo islamicus (manusia islam sebenar). Samada melalui idea siddiqui maupun idea turabi, masing-masing ada satu persamaan yaitu; keyakinan kepada kejayaan islam seluruhnya.

Lantaran itu, campakkanlah segala akar umbi ideologi nasionalisme dari minda ummah dan marilah kita sama-sama gerakkan satu kekuatan raksasa; mensejagatkan islam dalam kehidupan dunia. Biarlah dunia akan datang beroperasi dalam kerangka islam. Percayalah, nun jauh di sana ada cahaya bagi kemenangan islam bukan hanya kemenangan muslim semata-mata.

SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM KIRI

Wacana Islam Kiri / Kiri Islam mulai hadir pada tahun 1981 di Mesir, dibawa oleh Dr. Hasan Hanafi, seorang Doktor muda yang mengajar di Fakultas Sastra Universitas Kairo dengan Jurnal Madha Ya’ni Al-Yasar Al-Islami. Jurnal yang beliau susun kemudian mulai mendunia, tapi terhambat oleh masalah dana. Pada tahun 1988, Kazuo Shimogaki, seorang pemerhati Timur Tengah dari Institute of Middle East Studies International University Jepang membuat buku yang mengkritisi jurnal ini yang kemudian dialihbahasakan ke Bahasa Indonesia pada tahun 1993. Di Indonesia sendiri ada Eko Prasetyo yang menyusun “Islam Kiri Melawan Kapitalisme Modal dari Wacana Menuju Gerakan” pada tahun 2002.

Apa sih Islam Kiri? Samakah dia dengan Marxisme? Kalau tidak, kenapa mengambil nama “kiri”? Mungkin pertanyaan inilah yang akan muncul pada saat kita mendengarnya. Pada dasarnya, Islam Kiri lahir atas nama keadilan sosial dan keadilan ekonomi. Dia lahir untuk menentang Kapitalisme dan Globalisasi yang semakin menindas rakyat, baik yang dilakukan oleh pihak asing maupun saudara sebangsa sendiri. Hasan Hanafi dengan tegas berkata; ‘Kiri Islam berada dalam barisan orang-orang yang dikuasai, yang tertindas, kaum miskin.....membela kepentingan seluruh umat manusia, mengambil hak-hak kaum miskin dari tangan orang-orang kaya, memperkuat orang-orang yang lemah dan menjadikan manusia sama-setara “seperti gerigi sisir”, tidak ada perbedaan kecuali atas dasar ketaqwaan dan amal saleh’. Sedangkan Eko Prasetyo mendefinisikan Kiri dalam agama sebagai ‘...agama yang meletakkan rakyat tertindas sebagai pihak utama yang patut dibela, dilindungi, dan diperjuangkan’. “Kiri” sendiri adalah sebuah istilah ilmu politik yang berarti resistensi dan kritisisme dan menjelaskan jarak antara realitas dan idealitas. Nama ini menjamin adanya gerakan, perlawanan, revolusi, dan bukan sekedar perbincangan tanpa hasil. Jalaluddin Rakhmat mencatat adanya kesamaan dan perbedaan antara Marxisme dengan Islam Kiri ini. Kesamaannya adalah, pertama, dua-duanya sangat concern pada nasib orang lemah, dan kedua, dua-duanya sama-sama berfikir bahwa kaum mustadh’afin (kaum tertindas) tidak boleh diam, melainkan mereka harus bangkit dan merubah sistem yang tidak berpihak pada mereka. Tetapi juga ada perbedaan jauh diantara keduanya, diantaranya posisi agama sebagai motivator bagi Islam Kiri, posisi Allah yang berada pada tempat tertinggi, dan moralitas yang cenderung diabaikan dalam Marxisme.

Gagasan ini memang punya akar yang kuat dalam Islam. Dalam Al-Qur’an sangat banyak ayat yang mengharuskan adanya keadilan sosial dan keadilan ekonomi. Allah memerintahkan untuk melawan penindasan dan monopoli ekonomi, membela kaum mustadh’afin, serta berbuat adil sebagai parameter ketaqwaan. Dalam masa awal kenabianpun, Rasulullah didampingi oleh orang-orang dari kalangan lemah ini. Banyak penulis dan ahli sejarah, diantaranya Asghar Ali Engineer dan Karen Amstrong yang menyatakan bahwa penolakan kaum Quraisy kepada Rasulullah bukanlah semata karena ajaran yang dibawa beliau, tapi lebih karena alasan ekonomi dan politik belaka. Mereka kuatir ajaran kesetaraan yang dibawa Nabi akan mengancam monopoli ekonomi yang dimiliki mereka, dan pengakuan mereka atas kenabian beliau akan memberi kekuatan politik kepada Rasulullah SAW. Ada tiga jawaban dari Eko Prasetyo kenapa memihak kaum miskin jadi prioritas; pertama, kemiskinan sangat berlawanan dengan misi Islam sebagai rahmat bagi semesta alam karena kemiskinan adalah ekspresi kehidupan yang kalah serta tertindas. Kedua, kemiskinan sangat bertentangan dengan martabat manusia sebagai makhluk yang paling mulia dan dimuliakan. Ketiga, yang paling utama adalah mandat Al-Qur’an yang meletakkan prinsip keadilan sebagai kunci ketaqwaan yang sejati dan sempurna. Maka sangat wajar bila Rasulullah bersabda: ‘Kemiskinan adalah dekat dengan kekufuran’, dan seorang muslim tidak seharusnya miskin. Pertanyaannya adalah; apakah kemiskinan kita disebabkan oleh kemalasan kita sendiri atau sebenarnya kita telah dimiskinkan oleh sistem yang ada? Mari kita jawab dan pecahkan bersama.

Sistem ekonomi dunia saat ini dikuasai oleh para kapitalis, dan cara mereka dalam mengumpulkan modal telah menyebabkan kemiskinan global pula, terutama di negara-negara berkembang. Sistem yang menyandarkan diri pada mekanisme pasar ini telah memberi kesempatan besar kepada para pemilik modal untuk berkreasi dalam mengendalikan produksi dan memaksa konsumen untuk terus mengkonsumsi tanpa mengenal batas teritorial. Bahkan, pemerintahan suatu negara juga dipaksa mengikuti mekanisme ini melalui organisasi-organisasi internasional, baik dengan pinjaman maupun “kesepakatan-kesepakatan” yang sangat mendorong kapitalisasi. Hasilnya bisa kita lihat sekarang ini; pemusatan modal dan produksi pada beberapa pihak, ketergantungan negara yang besar pada investor, serta kebijakan pemerintah yang tidak memihak rakyat miskin. Contoh yang mudah adalah penghapusan subsidi bagi rakyat yang berdampak pada kenaikan BBM, kenaikan biaya pendidikan dan kenaikan biaya hidup secara umum. Bahkan, saat ini kenaikan TDL rasanya sudah merupakan sebuah keniscayaan. Belum lagi korupsi membudaya sebagai akibat dari pandangan hidup kapitalistik yang tidak diikuti penegakan supremasi hukum. Sangat ironis rasanya hidup di negara berpenduduk muslim terbesar, pemasok jamaah haji terbesar, tapi juga termasuk negeri terkorup dan termiskin.

Ironi ini telah secara tegas menunjukkan lemahnya peran agama (baca: Islam) dalam membebaskan pemeluknya dari ketertindasan. Bukan hal yang asing bila Islam selalu dikaitkan dengan kepasrahan pada keadaan, kepatuhan kepada pemimpin, atau bahkan sebagai penangkap hantu belaka. Sangat jarang kita temukan Islam dengan wajah pembebas, pemberontak, dan pembela kaum lemah. Yang ada malah Islam me-ninabobo-kan pemeluknya dengan “Allah punya rencana dibalik semua ini”. Islam Kiri meneriakkan dengan lantang bahwa rencana Allah adalah agar kita mau berjuang di jalanNya membela kaum mustadh’afin ini. “Mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan membela kaum tertindas, laki-laki, perempuan dan anak-anak yang berkata; Tuhan kami! Keluarkanlah kami dari negeri ini yang penduduknya berbuat dzalim. Berilah kami perlindungan dan pertolongan dari-Mu!” (QS 4:75). Janji Allah yang pasti: “Dan Kami hendak memberi karunia bagi kaum mustadh’afin di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi”, semestinya menjadi jaminan kita untuk memperjuangkan nasib mereka. Maka, mulailah bergerak melawan ketertindasan!

Untuk itu, Kazuo Shimogaki menilai ada tiga pilar yang menopang Islam Kiri dalam rangka mewujudkan kebangkitan Islam, revolusi Islam (revolusi Tauhid), dan kesatuan Ummat. Pilar pertama adalah revitalisasi khazanah Islam klasik yang bersandar pada rasionalisme, pilar kedua adalah perlunya menentang peradaban Barat yang cenderung membasmi kebudayaan bangsa-bangsa, dan pilar ketiga adalah analisis atas realitas dunia Islam yang tidak semata bertumpu pada nash (teks). Hasan Hanafi menganalisis bahwa dunia Islam kini sedang menghadapi tiga ancaman, yaitu imperialisme, zionisme, dan kapitalisme dari luar; kemiskinan, ketertindasan, dan keterbelakangan dari dalam.

Inilah Islam Kiri, wacana yang hadir dari khazanah intelektual Islam sendiri, dan memerlukan kita untuk mengubahnya menjadi gerakan. Konsep “Beriman, Berilmu, Beramal” yang ditopang oleh Tauhid, kesatuan aktivitas dan kemerdekaan serta kesetaraan manusia dalam mewujudkan keadilan sosial dan keadilan ekonomi dengan bantuan ilmu pengetahuan adalah salah satu doktrin yang sering terdengar. Yang harus kita lakukan sekarang ini adalah dialog untuk merapatkan barisan menuju Izzatul Islam.

Kumpulan Kata-kata Bijak

Mendapatkan rasa hormat dari mereka yang Anda hormati lebih berharga daripada tepuk tangan banyak orang. ( Arnold Glasow )

Orang yang disiplin adalah orang yang mampu melakukan hal-hal yang harus diperbuat ketika hal itu perlu dilakukan.(Richard Foster )

Mendapatkan kepercayaan adalah pujian yang lebih besar daripada dicintai.( George MacDonald )

Pendidikan adalah senjata paling dahsyat yang dapat kita gunakan untuk mengubah dunia.( Nelson Mandela, Presiden pertama Afrika Selatan )

Kita hidup di dunia yang penuh keindahan, pesona serta petualangan. Dan semua itu tidak akan pernah berakhir selama kita mencarinya dengan mata terbuka..( Jawaharlal Nehru )

Emas adalah logam mulia, namun emas juga adalah malapetaka ( Dr.Karl May), author buku Petualangan Old Shatterhand

Anda sekarang berada di tempat dimana pikiran Anda telah membawa Anda. Anda kelak berada di tempat di mana pikiran Anda membawa Anda (James Allen)

Kebahagiaan tidak tergantung pada hal-hal di sekitarku, tetapi pada sikapku. Segala sesuatu dalam kehidupanku akan tergantung pada sikapku (Alfred A. Montapert)

Anda tidak pernah mencapai kesuksesan sesungguhnya sampai Anda menyukai apa yang sedang Anda kerjakan (Dale Carnegie)

Masalahnya bukanlah apakah Anda dijatuhkan tetapi apakah Anda Bangkit kembali ( Vince Lombardi)

Orang tidak peduli berapa banyak yang Anda tahu sampai mereka tahu berapa banyak Anda peduli ( John Maxwell)

Selalu lakukan yang benar. Ini akan membahagiakan beberapa orang dan mengherankan yang lain ( Mark Twain )

Apabila seseorang itu membatasi kemampuannya, pada waktu yang sama dia telah membatasi hasilnya( Charles M.Schwab )

Penghargaan yang akan Anda terima ditentukan dari9 besarnya pelayanan yang Anda berikan kepada orang lain( Earl Nightingale )

Karakter tidak dapat dibentuk dengan cara mudah dan murah. Dengan mengalami ujian dan penderitaan jiwa karakter dikuatkan, visi dijernihkan, dan sukses diraih( Helen Keller )

Sungguh sulit jika aku terpaksa… dan begitu mudahnya jika aku mau. ( Sondra Anice Barnes )

Kepengecutan yang paling besar adalah ketika kita membuktikan kekuatan kita kepada kelemahan orang lain (Jacques Audiberti)

Seorang Intelektual adalah orang yang pikirannya menjaga pikirannya sendiri ( Albert Camus )

Prasangka dibenci bukan karena dirinya sendiri, tetapi karena ia menyebabkan ornang-orang mempercayainya ( Marcel Atland )

Alasan mengapa kekuatiran membunuh lebih banyak orang dibanding dengan kecelakaan kerja, adalah karena lebih banyak orang yang penuh kekuatiran dari pada bekerja. ( Robert Frost)

Diberkatilah orang yang terlalu sibuk untuk kuatir pada siang hari, dan terlalu lelah untuk kuatir di malam harinya . ( Phil Marquart )

Apabila perjalanan menjadi sulit, orang yang ulet akan berjalan terus. (Knute Rockne)

Jika aku harus berenang di laut untuk mendapatkan apa yang aku inginkan,
aku akan belajar bagaimana berenang, dan aku akan mengarungi lautan itu.

Jika aku harus mendaki gunung tertinggi untuk mendapatkan apa yang aku inginkan, aku akan belajar cara memanjat, dan aku akan memanjat gunung itu.

Jika aku harus menyelam samudra terdalam untuk mendapatkan apa yang aku inginkan, maka aku akan belajar bagaimana cara menyelam, dan aku akan menyelami samudra itu.

Diam itu emas, tetapi ada saatnya diam tidak selalu emas
Jujur itu baik, tetapi ada saatnya jujur tidak selalu baik
Gagal itu terpuruk, tetapi ada saatnya gagal tidak selalu terpuruk

Cinta itu indah, tetapi ada saatnya cinta tidak selalu indah
Mengalah itu lemah, tetapi ada saatnya mengalah tidak selalu lemah
Mimpi itu khayalan, tetapi ada saatnya mimpi tidak selalu khayalan

Diam itu emas, tetapi ada saatnya diam tidak selalu emas
Jujur itu baik, tetapi ada saatnya jujur tidak selalu baik
Gagal itu terpuruk, tetapi ada saatnya gagal tidak selalu terpuruk

Cinta itu indah, tetapi ada saatnya cinta tidak selalu indah
Mengalah itu lemah, tetapi ada saatnya mengalah tidak selalu lemah
Mimpi itu khayalan, tetapi ada saatnya mimpi tidak selalu khayalan

Saat anda mengambil resiko, ada kemungkinan sangat nyata akan terjadinya kegagalan. Tetapi bila anda tidak mengambil resiko, anda sudah pasti gagal.

Cinta tidak pernah meminta, ia sentiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan.~ Mahatma Ghandi

Tuhan memberi kita dua kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita? Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah namanya Cinta.

Ada 2 titis air mata mengalir di sebuah sungai. Satu titis air mata tu menyapa air mata yg satu lagi,” Saya air mata seorang gadis yang mencintai seorang lelaki tetapi telah kehilangannya. Siapa kamu pula?”. Jawab titis air mata kedua tu,” Saya air mata seorang lelaki yang menyesal membiarkan seorang gadis yang mencintai saya berlalu begitu sahaja.”

Cinta sejati adalah ketika dia mencintai orang lain, dan kamu masih mampu tersenyum, sambil berkata: aku turut bahagia untukmu.

Jika kita mencintai seseorang, kita akan sentiasa mendoakannya walaupun dia tidak berada disisi kita.

Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup. Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.

Perasaan cinta itu dimulai dari mata, sedangkan rasa suka dimulai dari telinga. Jadi jika kamu mahu berhenti menyukai seseorang, cukup dengan menutup telinga. Tapi apabila kamu Coba menutup matamu dari orang yang kamu cintai, cinta itu berubah menjadi titisan air mata dan terus tinggal dihatimu dalam jarak waktu yang cukup lama.

Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.

Jangan simpan kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia , lantaran akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya . Sebaliknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan dibenakmu itu sekarang selagi ada hayatnya.

Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dan bercinta dengan orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima kasih atas kurniaan itu.

Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat -Hamka

Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat.

Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan kamu tidak pernah memiliki keberanian untuk menyatakan cintamu kepadanya.

Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu. Hanya untuk menemukan bahawa pada akhirnya menjadi tidak bererti dan kamu harus membiarkannya pergi.

Kamu tahu bahwa kamu sangat merindukan seseorang, ketika kamu memikirkannya hatimu hancur berkeping.
Dan hanya dengan mendengar kata “Hai” darinya, dapat menyatukan kembali kepingan hati tersebut.

Tuhan ciptakan 100 bahagian kasih sayang. 99 disimpan disisinya dan hanya 1 bahagian diturunkan ke dunia. Dengan kasih sayang yang satu bahagian itulah, makhluk saling berkasih sayang sehingga kuda mengangkat kakinya kerana takut anaknya terpijak.

Kadangkala kamu tidak menghargai orang yang mencintai kamu sepenuh hati, sehinggalah kamu kehilangannya. Pada saat itu, tiada guna sesalan karena perginya tanpa berpatah lagi.

Jangan mencintai seseorang seperti bunga, kerana bunga mati kala musim berganti. Cintailah mereka seperti sungai, kerana sungai mengalir selamanya.

Cinta mampu melunakkan besi, menghancurkan batu, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dasyatnya cinta !

Permulaan cinta adalah membiarkan orang yang kamu cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kamu inginkan. Jika tidak, kamu hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kamu temukan di dalam dirinya.

Cinta itu adalah perasaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia, ia laksana setitis embun yang turun dari langit,bersih dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlain-lainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus,tumbuhlah oleh kerana embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipu, langkah serong dan lain-lain perkara yang tercela. Tetapi jika ia jatuh kepada tanah yang subur,di sana akan tumbuh kesuciaan hati, keikhlasan, setia budi pekerti yang tinggi dan lain-lain perangai yang terpuji.~ Hamka

Kata-kata cinta yang lahir hanya sekadar di bibir dan bukannya di hati mampu melumatkan seluruh jiwa raga, manakala kata-kata cinta yang lahir dari hati yang ikhlas mampu untuk mengubati segala luka di hati orang yang mendengarnya.

Kamu tidak pernah tahu bila kamu akan jatuh cinta. namun apabila sampai saatnya itu, raihlah dengan kedua tanganmu,dan jangan biarkan dia pergi dengan sejuta rasa tanda tanya dihatinya

Cinta bukanlah kata murah dan lumrah dituturkan dari mulut ke mulut tetapi cinta adalah anugerah Tuhan yang indah dan suci jika manusia dapat menilai kesuciannya.

Bukan laut namanya jika airnya tidak berombak. Bukan cinta namanya jika perasaan tidak pernah terluka. Bukan kekasih namanya jika hatinya tidak pernah merindu dan cemburu.

Bercinta memang mudah. Untuk dicintai juga memang mudah. Tapi untuk dicintai oleh orang yang kita cintai itulah yang sukar diperoleh.

Satu-satunya cara agar kita memperolehi kasih sayang, ialah jangan menuntut agar kita dicintai, tetapi mulailah memberi kasih sayang kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan. (Dale Carnagie)